Puisi Peti karya Taufik Ismail

Fariduddin Attar bangunlah pada larut malam hari

Dan dia memikirkan tentang dunia ini

Ternyata dunia ini

Adalah sebuah peti

Sebuah peti yang besar dan tertutup di atasnya

Dan kita manusia berputar-putar di dalamnya

Dunia sebuah peti besar

Dan tertutup di atasnya

Dan kita terkurung di dalamnya

Dan kita berjalan-jalan di dalamnya

Dan kita bermenung di dalamnya

Dan kita beranak di dalamnya

Dan kita berkemenakan di dalamnya

Dan kita membuat peti di dalamnya

Dan kita membuat peti

Di dalam peti ini

Dan kita membuat peti-peti kecil

Dan kita membuat peti-peti agak besar

Dan kita membuat peti-peti besar

Semua orang membuat peti

Di dalam peti

Semua orang membuat peti

Yang agak besar

Dan kita membuat peti yang makin besar

Dan kita membuat peti yang paling besar

Dan kita bertanding membuat peti sesama kita

Dan kita bertengkar tentang membuat peti

Dan kita berperang karena membuat peti

Dan kita capek membuat peti

Ketika itu tiba-tiba

Ada yang berseru

“Ayo kita menanam sayap!”

Yang duduk di pojok tak begitu jelas mendengar

“Apa katamu?”

Seru orang itu lagi

“Ayo kita menanam sayap!

Di pundak!

Satu di kiri, satu di kanan!”

Ini anjuran agak aneh

“Kenapa menanam sayap?

Kenapa tidak memanjangkan kuku?

Kenapa menanam sayap?

Kenapa tidak menanam peti?”

Semua orang ribut sebentar

“Ayo, kita bikin peti kembali.”

“Ayo. Ayo. Yok. Yok.”

Orang-orang membikin peti lagi

Yang satu itu tidak begitu dipedulikan lagi

Tapi dia tetap sendiri berseru

“Aaa yo ki ta mena nam sa ya aap !”

Seruan itu tenggelam

Karena orang-orang membuat peti lagi

Orang-orang menggergaji papan

Orang-orang memaku papan

Suara mereka ribut

Mereka mengukur panjang

Mereka mengukur lebar

Mereka mengukur tinggi

Pembuatan peti memerlukan ilmu pasti

Supaya tidak membosankan

Peti perasaan memerlukan kesenian

Peti padat memerlukan filsafat

Suara mereka ribut

Semua orang mengulang membuat peti

Peti-peti makin banyak

Peti-peti bertumpuk-tumpuk

Ruangan dalam peti besar semakin pengap

Peti-peti menumpuk di gunung dalam peti

Peti-peti bertabur di sungai dalam peti

Orang-orang didesak peti-peti bikinan mereka sendiri

Orang-orang sesak nafas Asam-arang semakin merajalela

Tiba-tiba tutup peti paling besar

Terbuka

Tiba-tiba pintu langit terkuak

Dan langit lebih atas lagi jadi tampak

Semua orang ingin menghambur keluar

Tapi tak bisa

Tiba-tiba ada yang terbang keluar peti besar

Di pundak mereka ada sayap-sayap kecil

Mereka melayang-layang dengan sedapnya

Meraih mega, bermain dengan angin

Masuk ke dalam warna biru yang amat jernihnya

Yang tidak bisa terbang

Tetap terkurung dalam peti

Memandang ke atas

Memandang yang terbang tinggi

Mereka menengadah terus ke atas sana

Sampai batang leher mereka sakit rasanya

Sambil duduk di atas peti-peti kecil mereka

Tergoncang-goncang dalan gundah-gulana

Mereka mencoba menanam sayap di pundak yang dua

Tapi tak bisa karena sudah terlambat keadaannya.

  • ** Demikianlah Fariduddin Attar memandang dunia

Seorang sufi yang bijak bestari

Sehabis dia memikirkan tentang dunia ini

Ternyata dunia ini adalah sebuah peti

Sebuah peti besar dan tertutup di atasnya

Dan kita terkurung di dalamnya

Dan kita berputar-putar di dalamnya

Dan kita sibuk membuat peti-peti kecil cuma

Dan menanam sayap di pundak yang dua

Nampaknya pikiran agak gila.

1977

Taufik ismail